Cara Menyikapi Hari Raya Idul Fitri
Pada hari raya idul fitri, adat serba baru sudah sangat tidak asing lagi bagi kita, Pakaian baru, Aksesoris baru, dekorasi rumah baru. Namun ini mungkin mudah bagi orang yang memiliki rezeki berlimpah, bagaimana dengan orang yang tidak memiliki uang untuk melakukan adat serba baru di lebaran? tidak sedikit yang ngutang demi memenuhi kebutuhan barunya. Ini sudah melewati ajaran rasulullah. dimana sesungguhnya Idul Fitri adalah perbaharui iman dimana semua kembali dari Nol dan saatnya kita taat kepada Allah dengan sungguh-sungguh.
Lalu seperti apa menyikapi lebaran sesuai ajaran islam yang benar?
Adapun serba baru demikian tidak ada dalam aturan agama Islam, ada yang wajib baru ialah update dengan memperbaharui Iman dengan istaqamah yang lebih dalam ketaatan kita kepada Allah. Dan setelah Ramadhan usai jangan pernah berfikir ingin berbuat maksiat, sebagaimana Ka'ab Al-Ahbar yaitu seorang tabi'in berkata: Barang siapa puasa Ramadhan sedangkan dalam hatinya dia berniat seusai bulan Ramadhan dia tidak akan bermaksiat, dia akan masuk Syurga tanpa ada hisap, Dan barang siapa puasa Ramadhan sedangkan dalam hatinya dia berniat setelah Ramadhan akan kembali maksiat, maka puasanya tertolak (tidak diterima disisi Allah).
Begitu pula sebagaimana cerita yang dikutip dalam akun Facebook Ustaz Abdul Hamid M Djamil yang bahwa Imam Az-Dzahabi dalam "Siyar A'lamun Nubala" dan Syekh Mahmud Mashri dalam "Sirah Ashhab an-Nabi" mengisahkan untuk kita kisah nyata berikut ini tentang kehidupan keluarga nabi di hari raya fitri:
Sore hari setelah menunaikan shalat asar Saidina Ali pulang ke rumah. Istrinya, Sayyidah Fathimah melihat wajah suaminya itu tidak ada tanda-tanda bahagia, lalu ia bertanya:
"Ada apa gerangan membuat wajahmu tampak sedih, padahal besok hari kita akan menyambut hari kemenangan?"
"Kita sudah menjalankan ibadah puasa sebulan penuh, ibadah puasa telah mengajarkan kita tentang perihnya kelaparan dan kehausan. Bagaimana jika semua simpanan yang kita punya kita sedekahkan kepada fakir miskin"? Saydina Ali meminta saran putri Rasulullah SAW.
Beberapa jam sebelum gema takbir bergemuruh, Sayyidina Ali, Sayyidah Fathimah, dan dua putra mereka terlihat sibuk membagi-bagikan makanan kepada fakir miskin. Sayyidina Ali tergopoh-gopoh mendorong pedati yang berisi tiga karung gandum dan dua karung kurma hasil panen kebun mereka. Ia berkeliling dari pojok kampung dan kota, membagi-bagikan makanan kepada orang yang tak berpunya.
Esok hari, dalam khutbah hari raya idul fitri, Sayyidina Ali menyampaikan hal yang sangat penting, di antara potongan khutbahnya tentang tanda-tanda orang yang bertakwa:
"Mereka adalah yang peka hati nuraninya, sehingga menggerakkan tangannya untuk peduli kepada sesama, berbagi rezeki, berbagi kebahagiaan, berbagi senyuman hangat, sebab kita semua sudah merasakan, bahwa lapar dan dahaga di bawah terik matahari itu sesuatu yang berat."
Setelah khutbah, Sayyid Ali pulang ke rumah. Sahabat nabi, Ibnu Rafi' dan Abu Aswad Ad-Duali bermaksud menyampaikan selamat lebaran kepada keluarga nabi itu. Betapa terkejutnya Ibnu Rafi' melihat dari pintu rumah, Sayyina Ali, Sayyidah Fathimah dan dua putranya melahap gandum setengah basi tanpa menteka. Ibnu Rafi' dan Abu Aswad mengusap-ngusap dada sambil beristigfar, seolah-olah ada nyeri yang menikam ke ulu hati, mata mereka berlinang, lalu air mata membasahi pipi mereka.
Seketika itu, mereka lari menjumpai Rasulullah Saw. Dengan suara terbata-bata mereka memberi tahu:
"Ya Rasulullah, Ya Rasulullah, lihatlah keluargamu."
"Ada apa dengan keluargaku?" Tanya Rasulullah.
"Lihatlah sendiri wahai rasul, saya tidak mampu memberitahunya."
Lalu Rasulullah pergi ke rumah Sayydina Ali. Dari luar pintu beliau melihat justru tanda tawa mengisi percakapan antara Ali dan Fathimah. Lalu mata pemimpin agung itupun berlinang melihat gandum basi yang menjadi santapan keluarganya di hari lebaran.
Tiba-tiba Fathimah menyadari badinda nabi berdiri di depan pintu sedang menyaksikan mereka. Sayyidah Fathimah bertanya:
"Wahai ayah, kenapa Engkau menangis?"
Rasulullah Saw tak tahan mendengar pertanyaan itu. Setengah berlari ia memeluk puteri kesayangannya sembari berujar, "Surga untukmu, Nak. Surga untukmu!”
Sahabat ibnu Rafi’i ra berkata, “Aku diperintahkan oleh Rasulullah Saw agar tidak menceritakan tradisi keluarganya setiap ‘Idul Fitri dan aku menyimpan kisah itu dalam hati. Namun, setelah Baginda Saw wafat, aku takut dituduh menyembunyikan Hadis, maka aku ceritakan hal ini agar menjadi pelajaran bagi segenap umat Islam.
Post a Comment for "Cara Menyikapi Hari Raya Idul Fitri"