Orang Badui Dalam Al-Qur'an Begini Sikapnya
1. Suka Mencari Alasan
Dalam hal ini mereka disinggung dalam surat At-Taubat ayat 90:
uä!%y`ur tbrâÉjyèßJø9$# ÆÏB É>#{ôãF{$# tbs÷sãÏ9 öNçlm; yyès%ur tûïÏ%©!$# (#qç/xx. ©!$# ¼ã&s!qßuur 4 Ü=ÅÁãy tûïÏ%©!$# (#rãxÿ2 öNåk÷]ÏB ë>#xtã ÒOÏ9r& ÇÒÉÈ
Artinya: Dan datang (kepada Nabi) orang-orang yang mengemukakan
´uzur, yaitu orang-orang Arab Baswi agar diberi izin bagi mereka (untuk tidak
berjihad), sedang orang-orang yang mendustakan Allah dan Rasul-Nya, duduk
berdiam diri saja. Kelak orang-orang yang kafir di antara mereka itu akan ditimpa
azab yang pedih. (QS. At-Taubah: 90). Maka, dengan melihat susunan redaksi ayat, pendapat pertamalah yang lebih kuat. Apalagi bahasa pun membenarkan penggunaan kata al-mu’adzdzirun untuk mereka yang memiliki alasan yang benar. Pembenaran terhadap pendapat pertama ini juga diungkapkan oleh al-Razi. Orang-orang ini menurut al-Razi mereka termasuk golongan munafik, dengan penjelasan bahwa mereka membohongi Allah dan Rasul-nya dengan mengaku-ngaku iman. Ancaman Allah: kelak orang-orang kafir di antara mereka akan ditimpa adzab yang pedih, redaksi ayat ini menggunakan kata kafir, sehingga dapat dipahami suatu saat mereka akan menyatakan ketidakimanannya terhadap Nabi. Selain itu, redaksi tersebut juga menggunakan kata min, hal ini karena Allah tahu bahwa sebagian dari mereka juga akan ada yang beriman.[4]
Hal ini dijelaskan dalam surat At-Taubah ayat 97:
Ü>#{ôãF{$# x©r& #\øÿà2 $]%$xÿÏRur âyô_r&ur wr& (#qßJn=÷èt yrßãn !$tB tAtRr& ª!$# 4n?tã ¾Ï&Î!qßu 3 ª!$#ur íOÎ=tæ ×LìÅ3ym ÇÒÐÈ
Artinya: Orang-orang Arab Badui itu, lebih sangat kekafiran dan
kemunafikannya, dan lebih wajar tidak mengetahui hukum-hukum yang diturunkan
Allah kepada Rasul-Nya. Dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. At-Taubah:
97)Mengenai ayat ini Quraish Shihab menjelaskan bahwa kata اشد dan اجدر pada ayat ini dari segi bahasa berarti lebih keras dan lebih wajar, namun sebagian ulama mengartikan bukan dalam arti perbandingan, melainkan amat keras dan amat wajar. Jika diartikan sebagai perbandingan, maka kekufuran dan kemunafikan orang-orang Badui lebih keras dibandingkan penduduk kota dan mereka lebih wajar untuk tidak mengetahui batas-batas agama. Jika bukan perbandingan, maka orang-orang Badui kekafiran dan kemunafikannya amat keras dan amat wajar kalau mereka tidak mengetahui batas-batas agama. Pendapat kedua inilah menurut Quraish Shihab yang lebih baik, karena kemunafikan sementara penduduk kota dan kekufuran mereka justru banyak yang melebihi kekufuran dan kemunafikan orang-orang Badui. Sifat penduduk kota, akibat persaingan yang lebih ketat dan kebutuhan yang lebih banyak seringkali melahirkan kemunafikan, kedurhakaan, dan kekufuran yang jauh lebih besar dari pada selain mereka.[5]
Al-Qurthubi menghukumi mereka dengan tiga hukum. Pertama, mereka tidak berhak mendapatkan harta fai’ dan ghanimah. Kedua, gugurnya penyaksian orang-orang Badui dibandingkan penduduk menetap. Ketiga, penduduk menetap dilarang menjadikan mereka sebagai imam karena kebodohan mereka terhadap sunnah dan karena mereka meninggalkan shalat jum’ah.[6]
Kemudian pada ayat selanjutnya (surat At-Taubah ayat 98) dijelaskan tentang sifat-sifat mereka:
z`ÏBur É>#{ôãF{$# `tB äÏGt $tB ß,ÏÿZã $YBtøótB ßÈ/utItur â/ä3Î/ tͬ!#ur¤$!$# 4 óOÎgøn=tæ äotͬ!#y Ïäöq¡¡9$# 3 ª!$#ur ììÏJy ÒOÎ=tæ ÇÒÑÈ
Artinya: Di antara orang-orang Arab Badui itu ada orang yang
memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah), sebagi suatu kerugian, dan
dia menanti-nanti marabahaya menimpamu, merekalah yang akan ditimpa marabahaya.
Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. At-Taubah: 98).Ayat ini menjelaskan bahwa di antara orang-orang Badui itu ada yang menjadikan, yakni memandang, apa yang dia nafkahkan di jalan Allah sebagai suatu kerugian. Karena itu, jika mereka bernafkah, nafkah itu mereka lakukan dengan terpaksa dan tanpa keikhlasan, dan dia menanti-nanti, secara bersungguh-sungguh dan penuh antusias, marabahaya yang tidak terelakkan menimpa kamu agar mereka tidak dibebani suatu kewajibanpun; merekalah yang terus menerus, bukan selain mereka, yang ditimpa marabahaya dengan tersebarnya Islam atau jatuhnya sanksi terhadap mereka. Dan Allah maha mendengar ucapan siapapun dan suara apapun, lagi maha mengetahui segala sesuatu, termasuk niat-niat busuk mereka.[7]
3. Pandai Menyembunyikan Kemunafikan
Allah
berfirman pada surat At-Taubah ayat 101:
ô`£JÏBur /ä3s9öqym ÆÏiB É>#tôãF{$# tbqà)Ïÿ»oYãB ( ô`ÏBur È@÷dr& ÏpuZÏyJø9$# ( (#rßttB n?tã É-$xÿÏiZ9$# w ö/àSßJn=÷ès? ( ß`øtwU öNßgßJn=÷ètR 4 Nåkæ5ÉjyèãZy Èû÷üs?§¨B §NèO crtã 4n<Î) A>#xtã 8LìÏàtã ÇÊÉÊÈ
Artinya: Di antara orang-orang Arab Badui yang
di sekelilingmu itu, ada orang-orang munafik; dan (juga) di antara penduduk
Madinah. Mereka keterlaluan dalam kemunafikannya. Kamu (Muhammad) tidak
mengetahui mereka, (tetapi) Kamilah yang mengetahui mereka. Nanti mereka akan
Kami siksa dua kali kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar.
(QS. At-Taubah: 101)Ayat ini merupakan khabar Allah kepada Nabi Muhammad bahwa di sekeliling Nabi ada orang-orang munafik Badui dan juga orang-orang munafik dari penduduk Madinah. Orang-orang munafik Badui itu adalah golongan Juhainah, Aslam, Asyja’ dan Ghiffar.[8] Mereka akan disiksa dua kali, yaitu adzab dunia dan adzab kubur,[9] kemudian mereka akan dikembalikan kepada adzab yang besar, di akhirat nanti.[10]
Kata مردوا terambil dari kata مرد yang di dalam berbagai bentuknya menggambarkan sesuatu yang sangat halus, tanpa terlihat kasar apalagi menonjol. Seorang anak yang belum tumbuh jenggot atau kumisnya dinamai امرد karena wajahnya sangat halus dan tidak ada sesuatu yang kasar pada pipi dan wajahnya. Kata ini juga menggambarkan sesuatu yang mantab. Ia mantab akibat latihan atau keterbiasaan, dari sini kata tersebut diartikan juga terbiasa dan terlatih. Siapa yang demikian itu halnya pastilah sangat dalam kemampuannya lagi mantab sehingga tidak mudah terkalahkan. Setan digelar juga dengan مارد yang terambil dari akar kata yang sama karena kemampuannya yang luar biasa merayu dan menggoda. Sehingga, orang-orang munafik yang dibicarakan oleh ayat ini sungguh sangat dalam kemunafikannya. Sifat buruk telah mendarah daging dalam kepribadian mereka sehingga, karena keahliannya dalam kemunafikan, Nabi pun tidak mendeteksinya.
4. Lebih mencintai dirinya sendiri ketimbang Rasul
Allah berfirman dalam surat At-Taubah ayat 120:
$tB tb%2 È@÷dL{ ÏpuZÏyJø9$# ô`tBur Oçlm;öqym z`ÏiB É>#{ôãF{$# br& (#qàÿ¯=ytGt `tã ÉAqߧ «!$# wur (#qç7xîöt öNÍkŦàÿRr'Î/ `tã ¾ÏmÅ¡øÿ¯R 4 Ï9ºs óOßg¯Rr'Î/ w óOßgç6ÅÁã Ø'yJsß wur Ò=|ÁtR wur ×p|ÁyJøxC Îû È@Î6y «!$# wur cqä«sÜt $Y¥ÏÛöqtB à áÉót u$¤ÿà6ø9$# wur cqä9$uZt ô`ÏB 5irßtã ¸xø¯R wÎ) |=ÏGä. Oßgs9 ¾ÏmÎ/ ×@yJtã ìxÎ=»|¹ 4 cÎ) ©!$# w ßìÅÒã tô_r& tûüÏZÅ¡ósßJø9$# ÇÊËÉÈ
Artinya:
Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badui yang
berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (berperang) dan
tidak patut (pula) bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada mencintai
diri Rasul. Yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan,
kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah, dan tidak (pula) menginjak suatu
tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan
sesuatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang
demikian itu suatu amal saleh. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala
orang-orang yang berbuat baik. (QS. At-Taubah: 120).Ayat ini menggambarkan bagaimana seharusnya sikap orang beriman kepada Rasulullah, antara lain bahwa ia harus mencintai Rasul lebih dari cintanya terhadap dirinya sendiri. Ada banyak ayat dan hadis yang menegaskan hal ini, antara lain firman-Nya:
ÓÉ<¨Z9$# 4n<÷rr& úüÏZÏB÷sßJø9$$Î/ ô`ÏB öNÍkŦàÿRr& (
Artinya: Nabi (Muhammad) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari
diri mereka sendiri. (al-Ahzab: 6)Ketika Rasul bersabda bahwa: “Tidak sempurna iman seseorang sampai aku lebih disukainya dari dirinya sendiri”, Sayyidina Umar berkata: “Aku menyukaimu lebih dari keluargaku dan hartaku, tetapi tidak diriku sendiri.” Rasul mengulangi pernyataan beliau. Selanjutnya, setelah beberapa lama, Sayyida Umar datang menyampaikan bahwa kini dia menyukai Rasul lebih dari dirinya sendiri, maka ketika itu Nabi bersabda: “Sekarang hai Umar, yakni sekarang engkau telah mencapai peringkat mukmin sejati” (HR. Bukhari).[11]
Di surat al-Fath ayat 11-12 Allah berfirman:
ãAqà)uy
y7s9 cqàÿ¯=yßJø9$# z`ÏB É>#{ôãF{$# !$uZ÷Fn=tóx© $uZä9ºuqøBr& $tRqè=÷dr&ur öÏÿøótGó$$sù $uZs9 4 tbqä9qà)t OÎgÏFoYÅ¡ø9r'Î/ $¨B }§øs9 Îû öNÎgÎ/qè=è% 4 ö@è% `yJsù à7Î=ôJt Nä3s9 ÆÏiB «!$# $º«øx© ÷bÎ) y#ur& öNä3Î/ #
Ñ ÷rr& y#ur& öNä3Î/ $JèøÿtR 4 ö@t/ tb%x. ª!$# $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? #MÎ7yz ÇÊÊÈ ö@t/ ÷LäêYoYsß br& `©9 |=Î=s)Zt ãAqߧ9$# tbqãZÏB÷sßJø9$#ur #n<Î) öNÎgÎ=÷dr& #Yt/r& ÆÎiãur Ï9ºs Îû öNä3Î/qè=è% óOçF^oYsßur Æsß Ïäöq¡¡9$# óOçFZà2ur $JBöqs% #Yqç/ ÇÊËÈ
Artinya:
Orang-orang Badui yang tertinggal (tidak turut ke Hudaibiyah) akan mengatakan:
"Harta dan keluarga kami telah merintangi kami, maka mohonkanlah ampunan
untuk kami"; mereka mengucapkan dengan lidahnya apa yang tidak ada dalam
hatinya. Katakanlah: "Maka siapakah (gerangan) yang dapat
menghalang-halangi kehendak Allah jika Dia menghendaki kemudharatan bagimu atau
jika Dia menghendaki manfaat bagimu. Sebenarnya Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan. (QS. Al-Fath: 11).Sejarah menjelaskan bahwa, sebelum Nabi berangkat menuju ke Mekkah untuk berumrah, beliau mengajak kelompok-kelompok Badui yang ketika itu telah memeluk Islam untuk berangkat bersama beliau melaksanakan umrah, tetapi mayoritas mereka tidak menyambut baik ajakan itu, sebagaimana dijelaskan pada ayat ini.
Permintaan para Badui itu agar Nabi Muhammad memohonkan pengampunan Allah buat mereka, menurut Ibnu Asyur merupakan permohonan yang tulus karena mereka sebenarnya bukan orang-orang munafik. Mereka telah beriman, walau masih lemah. Mereka menduga bahwa permohonan yang dipanjatkan Nabi buat mereka dapat menghapus apa yang mereka rahasiakan. Mereka sebagaimana halnya orang-orang yang tidak paham akan pengetahuan Allah yang menyeluruh antara lain tentang isi hati mereka.
Meski demikian, tidak semua orang Badui seperti itu, ada golongan orang-orang Badui yang puji keimanannya oleh Allah. Di surat at-Taubah ayat 99, Allah berfirman:
ÆÏBur É>#tôãF{$# `tB ÚÆÏB÷sã «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# äÏGtur $tB ß,ÏÿZã BM»t/ãè% yYÏã «!$# ÏNºuqn=|¹ur ÉAqߧ9$# 4 Iwr& $pk¨XÎ) ×pt/öè% öNçl°; 4 ÞOßgè=Åzôãy ª!$# Îû ÿ¾ÏmÏFuH÷qu 3 ¨bÎ) ©!$# Öqàÿxî ×LìÏm§ ÇÒÒÈ
Artinya: Di antara orang-orang Arab Badui itu ada orang yang
beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan memandang apa yang dinafkahkannya
(di jalan Allah) itu, sebagai jalan untuk mendekatkannya kepada Allah dan
sebagai jalan untuk memperoleh do’a Rasul. Ketahuilah, sesungguhnya nafkah itu
adalah suatu jalan bagi mereka untuk mendekatkan diri (kepada Allah). Kelak
Allah akan memasukan mereka kedalam rahmat surgaNya; Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. At-Taubah: 99).
[1] Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Adzim , Juz 2
(Beirut: al-Maktabah al-Ilmiyah, 1994) h. 352.
[2] Fakhruddin
al-Razi, Mafatih al-Ghaib , Jilid 8 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990), h.
126
[3] Quraish Shihab,
Tafsir al-Misbah, Volume 5 (Jakarta: Lentera Hati, 2002) h. 201-202.
[4] Fakhruddin al-Razi,
Mafatih al-Gaib, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990), h. 127.
[5] Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta:
Lentera Hati, 2005), h. 216.
[6] Al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an ,
Jilid 6 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1993) h. 147-148.
[7] Quraish Shihab,
Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2005), h. 216-217.
[8] Fakhruddin al-Razi,
Mafatih al-Gaib, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990), h.
137.
[9] Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Adzim, (Beirut: al-Maktabah al-Ilmiyah,
1994), h. 355
[10] Quraish Shihab,
Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2005), h. 101.
[11] Quraish
Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati,
2005), h., 286.
[12] Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Adzim, (Beirut: al-Maktabah al-Ilmiyah,
1994), h. 354.
Post a Comment for "Orang Badui Dalam Al-Qur'an Begini Sikapnya"